Sabtu, 10 April 2010

Grand Strategi

Rata Penuh

"Grand Strategi” Kerjasama Bahari Kab/Kota di Pantai Barat Sumatera

Sumber : hariansib.com

Walikota Bengkulu Prop H Ahmad Kanedi SH MH mengajak Kabupaten/Kota di daerah Pantai Barat Sumatera memfokuskan pembangunan ke sektor bahari mengingat potensi laut yang tersedia sangat besar namun belum dimanfaatkan secara maksimal.
“Sektor bahari Indonesia sangat kaya dan sudah saatnya Kab/Kota yang ada di wilayah pinggir pantai seperti kawasan Pantai Barat Sumatera menggali secara maksimal potensi laut sehingga perlu diprakarsai “grand strategi” kerjasama antara Kab/Kota yang ada di Pantai Barat,” katanya didampingi Wakil Walikota Bengkulu H Edison Simbolon SSos dan Sekda Kota Bengkulu Drs H Firdaus Rosid menjawab wartawan di sela-sela acara penyambutan rombongan Pemko Bengkulu di pendopo rumah dinas Walikota di Jalan Dr FL Tobing Sibolga.
Menurutnya, kerjasama yang bisa dijalin antara daerah tersebut meliputi eksploitasi potensi masing-masing termasuk menggabungkan kekuatan ekonomi yang ada sehingga secara bersama-sama Kab/Kota yang terkait bisa memetik untung untuk daerah masing-masing.
“Kota Bengkulu siap memprakarsai dan bila Kota Sibolga tidak keberatan menjadi tuan rumah untuk pertemuan, bisa segera dilakukan dengan cara menghimpun semua Kab/Kota mulai dari Lampung hingga Aceh,” tawarnya seraya menambahkan, potensi andalan bahari di Pantai Barat Sumatera seperti lobster dan ikan tuna belum tersentuh bahkan menjadi “sumber” pencurian ikan oleh kapal-kapal asing.
Potensi agraria saat ini banyak kendalanya seperti adanya hutan lindung, hak wilayah dan kawasan paru-paru dunia bahkan muaranya sudah sangat terbatas tetapi lain halnya dengan potensi bahari sangat banyak dengan jumlah yang besar.
Ia menambahkan, kehadiran rombongan di Sibolga dalam rangka Kunker ke Kab/Kota di Pantai Barat Sumatera guna menjejaki kemungkinan terjalinnya kerjasama di sektor bahari. Walikota ini juga secara spontan memuji kebersihan kota Sibolga seraya bertanya apa resepnya bisa membuat kota Sibolga menjadi bersih.
Pada kesempatan itu Walikota Bengkulu beserta Wakil Walikota dan Sekda didampingi istri masing-masing diulosi oleh Wakil Walikota Sibolga H Afifi Lubis SH beserta ibu, Wakil Ketua DPRD Kota Sibolga Meida Hutagalung, Sekda Kota Sibolga Drs H Dahwir Nasution dan Asisten Marhal Manik.
Sebelumnya, Afifi dalam sambutannya menjelaskan, Kota Sibolga dijuluki “negeri berbilang kaum” karena banyak dihuni oleh penduduk yang beragam etnis, suku dan agama namun tetap hidup berdampingan dengan rukun dan damai.
Pemko Sibolga bekerjasama dengan masyarakat luas saling mendukung dalam rangka memajukan perekonomian rakyat termasuk roda pembangunan untuk keindahan dan kebersihan kota yang arahnya guna pembangunan daerah. “Walikota Sibolga Drs Sahat P Panggabean MM titip salam kepada rombongan dan mohon maaf karena tidak bisa secara langsung menemani mengingat proses pengobatan yang sedang dijalani,” katanya seraya memastikan dalam waktu dekat Sibolga juga akan melakukan kunjungan serupa ke Bengkulu sebagai tindak lanjut atas prakarsa “grand strategi” kerjasama antar Kab/Kota di Pantai Barat Sumatera.
Penyambutan tersebut diawali dengan sarapan bersama yang diikuti rombongan dari Bengkulu mencapai 53 orang terdiri dari pimpinan dan staff SKPD di lingkungan pemerintahan kedua daerah.
Dikabarkan rombongan akan melanjutkan perjalanan ke Parapat dan selanjutnya bertolak ke arah Pekanbaru Prop Riau.

analisis strategi penjualan



Menggali Keunikan dan Keunggulan Produk.

sumber : http://customerladder.com

Baru-baru ini milis wirausaha TDA (Tangan Di Atas) menggelar sayembara karya tulis kecil-kecilan bertajuk “Gali Keunikan Usaha Anda”. Anggota milis ini, yang semuanya sudah memiliki usaha sendiri, didaulat mensharing ide-ide pengembangan produk dan usaha yang Unik.
Pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa di Indonesia, masih belum banyak pengusaha yang bisa GO International? Padahal kalau kita lihat, maraknya bisnis-bisnis franchise asing yang masuk Indonesia –selalu amat laris bak kacang goreng– konsep mereka kebanyakan sebenarnya simple dan tak terlalu ‘excellent’ maupun beda.
Semalam saya juga sempat berbagi wawasan dan sharing seputar topik Marketing Gerilya di hadapan rekan-rekan anggota komunitas wirausaha di Surabaya. Dan memang, di setiap kali kesempatan saya diundang dan diminta sharing tentang marketing gerilya - saya selalu menekankan sharing saya pada aspek fondasi penerapan marketing gerilya –> yaitu Positioning dan keunikan produk.
Dan belum apa-apa rata-rata peserta keberatan mengapa saya tidak langsung memaparkan bahasan saya straight to the point. Mengapa saya harus bertele-tele terlebih dahulu mengulas panjang lebar tentang pentingnya ‘keunikan produk’ dan fokus pada ceruk pasar (niche).
Saya lagi-lagi harus menemui sindroma ‘pragmatis’ dan ‘instan’ pengusaha Indonesia.
Andai mereka tahu bahwa tanpa fondasi Marketing Gerilya berupa fokus pada pasar niche dan keunikan daya saing, tingkat kegagalan Marketing Gerilya sangat besar. Seagresif apapun senjata marketing gerilya yang kita pakai, akan bila target konsumen mempersepsi tidak ada yang luar biasa pada produk Anda.
Mungkinkah karena mayoritas pengusaha kita adalah orang malas?
Yang rata-rata selalu mencari “the easy way out”?
Kita kurang berani mengeksplore, malas meluangkan waktu untuk melakukan riset. Kita kebanyakan malas untuk belajar.
Masalah kebanyakan dari pengusaha kita adalah lemah di kreativitas.
Amat disayangkan belum banyak pelaku usaha menyadari pentingnya faktor “Keunikan” produk dan layanan. Merupakan modal utama keberlangsungan usaha dan menjadi senjata utama kita dalam menghadapi persaingan sengit usaha.
Bahkan ketika kita sudah berhasil menjadi yang paling unik dan menjadi pionir, yang pertama di bidang kita. Tak lama kemudian biasanya langsung banyak bermunculan pesaing baru yang mengekor menawarkan produk dan layanan serupa, sama persis dengan kita.
Bila tak ingin tergilas oleh persaingan, inovasi dan strategi pengembangan produk untuk menghasilkan produk unik menjadi andalan utama bertahan menghadapi gempuran pesaing.

Jumat, 09 April 2010

cafta



A solution thoughts to CAFTA in Indonesia (Jadikan Motivasi pisitif)
Sumber : http://www.free-7.net

Indonesia dan CAFTA sampai hari ini masih menjadi perbincangan hangat antara pro dan kontra. Menurut beberapa pelaku ekonomi bahwa efek CAFTA tidak menjadi alasan globalisasi maupun masuknya product China, artinya dengan tanpa adanya CAFTA pun kondisinya akan tetap seperti ini, begitulah yang diungkapkan seorang rekan saya, yang saya pikir-pikir memang cukup masuk akal mengingat sejak dulu masalh import dari china dan globalisasi memang tetap seperti sekaran ini.

Solusi Dinamis dan Konstruktif
Saya lebih sepakat jika CAFTA malah bisa memicu kreatifitas positif terhadap motivasi diri masyarakat Indonesia untuk lebih berjuang mencapai kemandirian ekonomi yang kuat , terutama rakyat rakyat kecil mesti berusaha untuk tidak menggantungkan hidupnya kepada kebijakan pemerintah.

Skenario liberalisasi perdagangan yang terbingkai dalam CAFTA akan berpengaruh hingga ke seluruh tingkat pemerintahan. Dalam hal ini, dampak yang ditimbulkannya bukan hanya pada skala nasional, akan tetapi juga ke skala provinsi dan kabupaten/kota. Ini menjadi sangat "menakutkan." Mengapa hal tersebut dapat terjadi?

Dalam skala regional (daerah), misalnya, impor barang-barang dari China dan negara-negara ASEAN akan menyerbu langsung ke daerah. Upaya proteksi yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam mengontrol laju impor merupakan sesuatu yang tidak dibenarkan. Pemberian subsidi dan atau upaya-upaya protektif lainnya kepada pengusaha atau produsen lokal hanyalah akan menunjukkan betapa tidak siapnya kita menghadapi CAFTA.
Oleh karena itu, langkah-langkah konstruktif harus segera dirumuskan untuk menjawab kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam CAFTA tanpa harus melanggar rule of law dari pemberlakuan ketentuan ini.

1- Pertama adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat. Masyarakat merupakan objek yang secara langsung merasakan efek dari CAFTA. Barang-barang dan atau produk-produk dari negara-negara peserta (CAFTA) lebih murah dengan kualitas yang cukup dapat diandalkan. Barang-barang itu akan menjadi primadona baru bagi masyarakat lokal yang memiliki kecenderungan untuk memilih yang murah dengan kualitas yang lumayan. Upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat akan membantu para produsen untuk menciptakan dan atau membuat produk yang lebih murah dengan kualitas lumayan yang dapat menjangkau daya beli masyarakat lokal.

2- Merumuskan kebijakan yang menjamin para pihak untuk berkompetisi sehat. Dalam hal ini rumusan hukum nasional dan peraturan daerah (perda) harus fair tanpa diskriminasi. Tentunya, perda yang dibuat tetap memberikan jaminan bagi produsen dan atau pemain lokal untuk berkompetisi. Ini berarti, nilai-nilai lokal yang menjadi pondasi dasar masyarakat lokal secara kultur harus terwakili. Sehingga, perda tersebut tidak hanya mengakomodasi kepentingan liberalisasi perdagangan (CAFTA) akan tetapi, yang terpenting, kepentingan lokal harus mampu disinergikan dan diharmonisasi.

3 -Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Peningkatan SDM ini dilakukan untuk segera menyiapkan individu-individu lokal untuk berkompetisi. Hambatan ilmu pengetahuan dan teknolohi bukanlah pengecualiaan yang menjadi argumentasi tidak siapnya SDM kita berkompetisi. Jika ini terjadi maka SDM yang dimiliki akan menjadi minoritas yang bisanya hanya menggerutu tanpa solusi. Oleh karena itu, perlu segera dilakukan pelatihan-pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan SDM. Pelatihan-pelatihan tersebut haruslah dapat menstimulus individu-individu untuk berpartisipasi aktif di dalamnya. Antara lain dengan menyelenggarakan training yang bersifat free of charge (gratis).

Tentunya, konstruksi solusi yang ditawarkan di atas bukan suatu harga mati yang harus diimplementasikan sebagaimana penjelasan yang telah diberikan. Akan tetapi, konstruksi ini hanyalah analisis penulis yang lahir dari interaksi pemikiran yang berlangsung dalam babak awal berlakunya CAFTA, khususnya di Sulawesi Selatan.
Akhirnya, catatan penting dari urai pikir CAFTA adalah bangsa Indonesia harus tetap berpegang pada eksistensi falsafah bangsa, yaitu Pancasila dan landasan konstitusional Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Pancasila dan UUD 1945 harus menjadi landasan filosofis yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang terjewantahkan dalam diri setiap individu sehingga perubahan yang terjadi dalam akibat pemberlakuan ketentuan CAFTA, AFTA, APEC, dan WTO dapat bersesuaiani. Keseluruhan lembaga-lembaga perdagangan itu merupakan bagian globalisasi yang tak akan terpisahkan dalam kehidupan negara dalam konteks masyarakat internasional