Jumat, 09 April 2010

cafta



A solution thoughts to CAFTA in Indonesia (Jadikan Motivasi pisitif)
Sumber : http://www.free-7.net

Indonesia dan CAFTA sampai hari ini masih menjadi perbincangan hangat antara pro dan kontra. Menurut beberapa pelaku ekonomi bahwa efek CAFTA tidak menjadi alasan globalisasi maupun masuknya product China, artinya dengan tanpa adanya CAFTA pun kondisinya akan tetap seperti ini, begitulah yang diungkapkan seorang rekan saya, yang saya pikir-pikir memang cukup masuk akal mengingat sejak dulu masalh import dari china dan globalisasi memang tetap seperti sekaran ini.

Solusi Dinamis dan Konstruktif
Saya lebih sepakat jika CAFTA malah bisa memicu kreatifitas positif terhadap motivasi diri masyarakat Indonesia untuk lebih berjuang mencapai kemandirian ekonomi yang kuat , terutama rakyat rakyat kecil mesti berusaha untuk tidak menggantungkan hidupnya kepada kebijakan pemerintah.

Skenario liberalisasi perdagangan yang terbingkai dalam CAFTA akan berpengaruh hingga ke seluruh tingkat pemerintahan. Dalam hal ini, dampak yang ditimbulkannya bukan hanya pada skala nasional, akan tetapi juga ke skala provinsi dan kabupaten/kota. Ini menjadi sangat "menakutkan." Mengapa hal tersebut dapat terjadi?

Dalam skala regional (daerah), misalnya, impor barang-barang dari China dan negara-negara ASEAN akan menyerbu langsung ke daerah. Upaya proteksi yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam mengontrol laju impor merupakan sesuatu yang tidak dibenarkan. Pemberian subsidi dan atau upaya-upaya protektif lainnya kepada pengusaha atau produsen lokal hanyalah akan menunjukkan betapa tidak siapnya kita menghadapi CAFTA.
Oleh karena itu, langkah-langkah konstruktif harus segera dirumuskan untuk menjawab kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam CAFTA tanpa harus melanggar rule of law dari pemberlakuan ketentuan ini.

1- Pertama adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat. Masyarakat merupakan objek yang secara langsung merasakan efek dari CAFTA. Barang-barang dan atau produk-produk dari negara-negara peserta (CAFTA) lebih murah dengan kualitas yang cukup dapat diandalkan. Barang-barang itu akan menjadi primadona baru bagi masyarakat lokal yang memiliki kecenderungan untuk memilih yang murah dengan kualitas yang lumayan. Upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat akan membantu para produsen untuk menciptakan dan atau membuat produk yang lebih murah dengan kualitas lumayan yang dapat menjangkau daya beli masyarakat lokal.

2- Merumuskan kebijakan yang menjamin para pihak untuk berkompetisi sehat. Dalam hal ini rumusan hukum nasional dan peraturan daerah (perda) harus fair tanpa diskriminasi. Tentunya, perda yang dibuat tetap memberikan jaminan bagi produsen dan atau pemain lokal untuk berkompetisi. Ini berarti, nilai-nilai lokal yang menjadi pondasi dasar masyarakat lokal secara kultur harus terwakili. Sehingga, perda tersebut tidak hanya mengakomodasi kepentingan liberalisasi perdagangan (CAFTA) akan tetapi, yang terpenting, kepentingan lokal harus mampu disinergikan dan diharmonisasi.

3 -Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Peningkatan SDM ini dilakukan untuk segera menyiapkan individu-individu lokal untuk berkompetisi. Hambatan ilmu pengetahuan dan teknolohi bukanlah pengecualiaan yang menjadi argumentasi tidak siapnya SDM kita berkompetisi. Jika ini terjadi maka SDM yang dimiliki akan menjadi minoritas yang bisanya hanya menggerutu tanpa solusi. Oleh karena itu, perlu segera dilakukan pelatihan-pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan SDM. Pelatihan-pelatihan tersebut haruslah dapat menstimulus individu-individu untuk berpartisipasi aktif di dalamnya. Antara lain dengan menyelenggarakan training yang bersifat free of charge (gratis).

Tentunya, konstruksi solusi yang ditawarkan di atas bukan suatu harga mati yang harus diimplementasikan sebagaimana penjelasan yang telah diberikan. Akan tetapi, konstruksi ini hanyalah analisis penulis yang lahir dari interaksi pemikiran yang berlangsung dalam babak awal berlakunya CAFTA, khususnya di Sulawesi Selatan.
Akhirnya, catatan penting dari urai pikir CAFTA adalah bangsa Indonesia harus tetap berpegang pada eksistensi falsafah bangsa, yaitu Pancasila dan landasan konstitusional Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Pancasila dan UUD 1945 harus menjadi landasan filosofis yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang terjewantahkan dalam diri setiap individu sehingga perubahan yang terjadi dalam akibat pemberlakuan ketentuan CAFTA, AFTA, APEC, dan WTO dapat bersesuaiani. Keseluruhan lembaga-lembaga perdagangan itu merupakan bagian globalisasi yang tak akan terpisahkan dalam kehidupan negara dalam konteks masyarakat internasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar